Alasan-alasan peniadaan pidana (Straf Uitsluitings Gronden) adalah alasan-alasan yang memungkinkan seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumasan tindak pidana, tetapi tidak dapat dipidana.
Pertama dilihat dari segi sumbernya, maka dasar peniadaan pidana dibagi atas dua kelompok, yyaitu yang tecantum di dalam undang-undang dan yang lain terdapat di luar undang-undang diperkenalkan oleh yurisprudensi dan doktrin. Tercantum di dalam undang-undang dapat dibagi lagi atas yang umum (terdapat di dalam ketentuan umum buku I KUHP) dan berlaku atas semua rumusan delik. Yang khusus, tercantum di dalam Pasal tertentu yang berlaku utuk rumusan-rumusan delik itu saja.
Rincian yang umum terdapat di dalam:
1. Pasal 44: tidak dapat dipertanggungjawakan.
2. Pasal 48: daya paksa.
3. Pasal 49: Ayat (1) pembelaan terpaksa.
4. Pasal 49: Ayat (2) pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
5. Pasal 50: menjalankan peraturan yang sah.
6. Pasal 51: Ayat (1) menjalankan perintah jabatan yang berwenang.
7. Pasal 51: Ayat (2) menjalankan perintah jabatan yang tidak berwenang jika bawahan itu dengan itikat baik memandang atasan yang bersangkutan sebagai berwenang.
Berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana seperti Pasal310 Ayat (3) KUHP, Pasal 166 untuk delik dalam Pasal 164 dan 165, Pasal 221 Ayat (2). Hazewinkel – Suringa menyebutkan pula adanya dasar peniadaan pidana yang murni. Ia memberi contoh Pasal 163 bis Ayat (2) KUHP (Artikel 134 bis Ayat (2) N. WvS).
Hazewinkel menyebutkan pula dasar peniadaan pidana yang murni yang tidak tertulis, yaitu putusan B. R.V. C 24 Juni 1946, yang mengenai “hal tidak dipidana” didasarkan bukan pada daya paksa atau avas tetapi pada keharusan menghindari “berkelebihannya hukum pidana” (overspanning van het strafrecht).
Dasar peniadaan pidana diluar undang-undang juga dapat dibagi atas yang umum dan yang khusus. Yang umum misalnya “tiada pidana tanpa kesalahan” dan “tiada melawan hukum secara materiel”. Khusus, mengenai kewenangan-kewenangan tertentu (menjalankan pencaharian tertentu) misalnya pekerjaan dokter, olahraga seperti tinju dan lain-lain.
Alasan peniadaan pidana diluar undang-undang atau yang tidak tertulis dapat dibagi pula atas “yang merupakan dasar pembenaran (tidak ada melawan hukum) merupakan segi luar dari pembuat atau faktor objektif dan “yang merupakan dasar pemaaf (tidak ada kesalahan) merupakan segi dalam dari pembuat atau faktor subjektif.
Kedua istilah “dasar pembenar (rechtvaardigingsgronden), dan dasar pemaaf” (schulduitsluitingsgronden) sangat penting bagi acara pidana, sebab apabila dasar pembenar itu ada, atau perbuatan itu tidak melawan hukum, sedangkan “melawan hukum” itu merupakan bagian inti (bestanddeel) delik, maka putusannya ialah bebas sedangkan kalau kesalahan tidak ada atau dasar pemaaf ada, maka putusannya ialah lepas dari segala tuntutan hukum. Pembedaan antara dasar pembenar dan dasar pemaaf ini berasal dari sarjana Jerman Von Liszt dan sarjana Perancis Mariauel.
MvT (Memori Penjelasan) tidak mengadakan pembagian seperti itu, semuanya dari Pasal 48-51 KUHP dasar segi luar tidak dapat dipertanggungjawakan dan sebagai lawannya merupakan segi dalam (terdapat dalam bathin terdakwa) hal tidak dipertanggungjawakan seperti Pasal 44 KUHP.
Menurut teori pembagian yang dilakukan MvT ini tidak ada yang memakainya, sebab tidak tepat, yaitu di antara alasan-alasan yang diluar ada yang lebih tepat jika dimasukkan dalam alasan-alasan yang terdapat dalam bathin terdakwa. Jadi,semuanya merupakan dasar pemaaf (Schulduitsluitingsgronden). Vos menyatakan itu kurang tepat, karena Pasal 50 KUHP pasti bukan menghapus hal dapat dipertanggungjawabkan pembuat terhadap perbuatan tetapi juga menghapus hal melawan hukum.Meskipun belum terdapat kesatuan pendapat, akan tetapi dapat dibuat inventarisai daripada ojectieve/sujectieve Straf Uitsluitings Gronden seperti pada susunan berikut di bawah ini:
Rechtvaardigingsgronden (alasan pembenar) diperinci menjadi:
1. Di dalam aturan umum (algemene deel Straf Uitsluitings Gronden) yang terdiri atas, overmacht jenis noodtoestand Pasal 48; noodweer Pasal 49 Ayat
1; wettelijk voorschrift Pasal 50; evoegd gegeven amtelijk evel (berwenang) Pasal 51 Ayat 1;
2. Dalam delict khusus (bijzondere deel Straf Uitsluitings Gronden) yang terdiri atas, saksi dan dokter perkelahian tanding Pasal 186 Ayat 1; pencemaran Pasal 310 Ayat 3; fitnah Pasal 314;
3. Di luar kita undang-undang, yang terdiri atas, tuch trecht oleh orang-tua/guru/wali; beroepsrecht oleh dokter; ontreken (negatieve) van materiele weder rechtelijkheid oleh veeart-arrest 1933.
Schulduitsluitingsgroden (alasan pemaaf) diperinci menjadi:
1. Didalam aturan hukum yang terdiri atas,ontoerekkeningsvataarheid Pasal 44; overmacht jenis noodtoestand-exces Pasal 48; noorweerexces Pasal 49 Ayat 2; onevoegd gegeven amtelijk evel (tidak wenang) Pasal 51 Ayat 2;
2. Di dalam ketentuan delict khusus yang terdiri atas, Pasal 110 Ayat 4; 163 bis Ayat 2; 221 Ayat 2; 464 Ayat 2.
3. Di luar kita undang-undang yang terdiri atas, afwezigheid van alle schuld (a.v.a.s.); putative strafuitsluitingsgronde.