Sejauh pengertiannya adalah Tanzim Al Nasl (pengaturan keturunan), bukan Tahdid Al Nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Pemandulan dan aborsi yang dilarang oleh Islam disini adalah tindakan pemandulan atau aborsi yang tidak didasari medis yang syari`i.
Adapun aborsi yang dilakukan atas dasar indikasi medis, seperti aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu atau karena analisa medis melihat kelainan dalam kehamilan, dibolehkan bahkan diharuskan. Begitu pula dengan pemandulan, jika dilakukan dalam keadaan darurat karena alasan medis, seperti
pemandulan pada wanita yang terancam jiwanya jika ia hamil atau melahirkan maka hukumnya mubah. Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian atau batasan ini sudah hampir menjadi
Ijma`Ulama.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti Tanzim Al Nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat atau metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
Metode atau Alat Kontrasepsi dan Hukum Penggunaannya Ada lima 5 persoalan yang terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi, yaitu :
1. Cara kerjanya, apakah mencegah kehamilan (man’u al-haml) atau menggugurkan kehamilan (isqat al-haml).
2. Sifatnya, apakah ia hanya pencegahan kehamilan sementara atau bersifat pemandulan permanen (ta’qim).
3. Pemasangannya, Bagaimana dan siapa yang memasang alat kontrasepsi tersebut (hal ini berkaitan dengan masalah hukum melihat aurat orang lain).
4. Implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan penggunanya.
5. Bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi tersebut.
Metode kontrasepsi ini sifatnya permanen yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal). Bila kemudian ingin punya anak. Pembatalan masih mungkin dilakukan, tetapi membutuhkan operasi besar dan tidak selalu berhasil.
Para ahli kebidanan banyak merekomendasikan sterilisasi pada wanita yang berisiko tinggi untuk hamil dan melahirkan lagi, misalnya karena beriwayat memiliki komplikasi kehamilan dan melahirkan. Namun, tidak pada mereka yang belum berusia 35 tahun. Pengalaman menunjukkan banyak perempuan yang disterilkan lalu menyesali keputusannya.
|
Keluarga Berencana |
Cara Sterilisasi:
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat di uterus. Dalam pembedahan yang disebut tubektomi, kedua saluran tuba falopi yang menghubungkan ovarium dan
rahim (uterus) tersebut dipotong dan ujung-ujungnya ditutup dengan cincin atau dibakar (kauter). Metode lain yang tidak melakukan pemotongan adalah dengan mengikat atau menjepit saluran tuba falopi (tubal ring/tubal clip). Hal ini menyebabkan sel telur tidak dapat terjangkau sperma. Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum atau lokal (spinal/epidural). Dokter dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara
yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.
Sterilisasi dapat dilakukan kapan saja, termasuk setelah persalinan atau bersamaan dengan prosedur pembedahan perut yang lain, seperti operasi Caesar.
Indeks efektivitas sterilisasi (disebut indeks Pearl) adalah 0.1 – 0.4. Nilai ini menunjukkan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan pada 100 wanita yang menggunakan metode kontrasepsi itu selama setahun. Artinya, kurang dari satu kehamilan yang tidak diinginkan dalam setahun per 100-200 wanita yang telah disterilisasi. Pada kasus yang sangat jarang terjadi itu, tuba falopi wanita kembali menyambung setelah dipotong atau ditutup.
Risiko sterilisasi, seperti halnya operasi lainnya, terutama berkaitan dengan anestesi. Ahli bedah juga dapat tanpa sengaja merusak ligamen peritoneal selama operasi. Jika ligamen peritoneal rusak, produksi hormon pada ovarium menurun dan menopause bisa dimulai dini. Potensi komplikasi lainnya
(sangat jarang) adalah kehamilan ektopik dan gangguan menstruasi. Hormon, gairah seks dan siklus haid seharusnya tidak berubah setelah sterilisasi. Beberapa wanita dan pasangannya bahkan lebih bergairah secara seksual, karena mereka tidak lagi takut dengan kehamilan yang tidak direncanakan.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudlarat) bagi kesehatan.
Alat atau metode kontrasepsi yang tersedia saat ini telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, oleh karena itu KB secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan merupakan salah satu bentuk implementasi semangat
ajaran Islam dalam rangka mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh, mawaddah, sakinah dan penuh rahmah. Selain itu, kebolehan (mubah) hukum ber-KB, dengan ketentuan-ketentuan seperti dijelaskan diatas, sudah menjadi kesepakatan para ulama dalam forum-forum ke Islaman, baik pada tingkat nasional maupun Internasional (ijma’al-majami).
Adapun alasan-alasan yang di kemukakan oleh kebanyakan orang yang melakukan KB, seperti kekhawatiran tidak cukupnya rezeki atau kesulitan mendidik anak, maka ini adalah alasan-alasan yang sangat bertentangan dengan petunjuk Islam, bahkan mengandung buruk sangka kepada Allah ta’ala.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata: “…Kalau yang menjadi pendorong melakukan pembatasan keturunan adalah kekhawatiran akan kurangnya rezeki, maka ini (termasuk) berburuk sangka kepada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala Dialah yang menciptakan semua manusia, maka Dia pasti akan mencukupkan rezeki bagi mereka… Allah berfirman:
Artinya :“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri, Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-’Ankabuut: 60)
Adapun jika pendorong melakukannya adalah kekhawatiran akan susahnya mendidik anak, maka ini adalah (persangkaan) yang keliru, karena betapa banyak (kita dapati) anak yang sedikit jumlahnya tapi sangat menyusahkan (orang tua mereka) dalam mendidik mereka, dan (sebaliknya)
betapa banyak (kita dapati) anak yang jumlahnya banyak tapi sangat mudah untuk dididik jauh melebihi anak yang berjumlah sedikit. Maka yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah. Jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah berfirman:
Artinya:“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. Ath-Thalaaq: 4) (Kutubu Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimiin, 4/14).
Bahkan alasan membatasi keturunan seperti ini termasuk tindakan menyerupai orang-orang kafir di jaman Jahiliyah, yang membunuh anak-anak mereka karena takut miskin, hanya saja orang-orang di jaman sekarang mencegah kelahiran anak karena takut miskin, adapun orang-orang di jaman
Jahiliyah membunuh anak-anak mereka yang sudah lahir karena takut miskin. (Lihat ucapan syaikh Shaleh al-Fauzan dalam al-Muntaqa Min Fatawa al- Fauzan(89/19), dan syaikh al-Albani dalam Aadaabuz Zifaaf (hal. 65). Allah berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Qs. al-Israa’: 31)
Dan masih banyak alasan-alasan lain yang di kemukakan khususnya oleh para pengekor musuh-musuh Islam, yang mempropagandakan seruan untuk membatasi jumlah keturunan. Semua alasan yang mereka kemukakan itu disebutkan dan dibantah secara terperinci oleh Lajnah Daimah yang dipimpin oleh imam syaikh Ibrahim bin Muhammad Alu Syaikh. (Lihat Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (5/115-125)).
Dari semua alsan yang telah di kemukakan diatas sangat menyimpang jauh dari kebenaran dan petunjuk Islam, bahkan bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan fitrah kemanusiaan, bahkan lebih dari pada itu, (upaya) untuk membatasi (jumlah keturunan) atau mencegah kehamilan dengan cara apapun akan menimbulkan banyak bahaya dan kerusakan, baik dari segi agama,
ekonomi, politik, sosial, jasmani maupun rohani. (Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah, (5/127), dengan sedikit penyesuaian).