Ada banyak kaum Muslim laki-laki terkemuka seperti Maulana Mumtaz Khan dan Maulvi Chiragh Ali, yang telah melakukan advokasi secara \konsisten terhadap hak-hak perempuan dalam Islam. Maulana Umar Ahmad Ustmani dari karachi pakistan adalah salah satu di antara mereka. Dia adalah ilmuan tradisional Islam yang belajar di Madzahir al-Ulum Saharanpur, India. Tetapi pandangan-pandangannya dalam hukum Islam secara umum dan hak-hak perempuan secara khusus sangat liberal, progresif, menakjubkan dan mencengangkan. Keilmuannya dalam hukum Islam tidak diragukan lagi.
Kaum Perempuan Muslim mendapatkan advokasi hak-hak mereka dari salah seorang yang sangat luar biasa, seorang maulvi di perempatan abad ke 19. Di abad ke 19 kaum Muslimin perempuan hidup dalam cadar yang ketat dan hampir tunduk kepada ayah atau suami mereka. Tidak ada pertanyaan tentang eksistensi mereka yang independen, kecuali dalam kasus-kasus yang khusus. Sebagai sebuah peraturan yang umum, perempuan dikeluarkan dari kehidupan publik dan diisolasi bagian dari rumah tangga.
Pada saat itu para ulama kemudian lebih condong untuk memelihara tradisi-tradisi feodal dari pada menegakkan perintah-perintah al-Quran. Prasangka buruk mereka terhadap perempuan begitu kuat, sehingga mereka tidak memperdulikan hadis-hadis Rasulullah yang outentitasnya tidak
diragukan..
|
Hak Perempuan |
Ulama-ulama ini diam ketika orang-orang inggris mencabut hak kaum perempuan Muslim atas harta kekayaan tanah yang ditempati karena desakan para tuan rumah.
Islam adalah damai, dari pemahaman maknanya dapat diambil pengertian bahwa agama Islam adalah agama yang menghendaki dan menuju kepada niali-nilai keadilan dan kedamian. Agama Islam anti terhadap kekerasan apalagi kekerasan terhadap perempuan. Islam mengajarkan sebagaimana agama-agama lain mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak berbuat kasar dan kejam tidak terkecuali terhadap insan laki-laki maupun perempuan.
Demikian pula pada umumnya dunia dikenal sebagai pelaku-pelaku sistem patriarki, lebih mengutamakan kaum laki-laki. Hal ini menjadikan segala aspek kehidupan perempuan tergantung terhadap kaum laki-laki. Dapat disaksikan misalnya Sahabat yang mengungkapkan dalam sebuah kalimat yang tegas dan realita atas pengamalaman yang dialaminya:
Sahabat itu adalah Umar Ibnu al-Khattab menjadi saksi atas sistem tersebut. Beliau berkata: “sejak lama kami bangsa arab tidak pernah mengakui hak-hak kaum perempuan. Ketika Islam datang dan menyebut nama mereka, aku baru sadar bahwa mereka (kaum perempuan) memiliki hak-haknya secara otonom”. Lebih dari itu, perempuan bukan hanya dihina, diremehkan tapi juga ditindas dalam arti selalu mendapatkan tindak kekerasan. Bahkan sebagian dari masyarakat pada saat itu, perempuan dianggap sebagai pembawa bahaya, malapetaka, dan memalukan.
Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan penuh baik dari amal maupun hak, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 124 yang berbunyi:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Jelas sekali bahwa dalam keduanya tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki bisa dengan mudah mendapatkan haknya, begitu pula yang harus terjadi untuk kaum perempuan.
Menurut Marianne Haslegrave hak-hak asasi perempuan dan laki-laki telah diakui dalam dokumen-dokumen utama hak asasi manusia sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Memang piagam PBB itu sendiri menegaskan keyakinan akan hak-hak asasi manusia yang fundamental. Pengertian ini sudah dijelaskan di awal mengenai makna hak asasi itu sendiri bagi manusia, dan merupakan anugerah yang Tuhan berikan sejak lahir.
ADS HERE !!!