Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang telah dan akan terus melaksanakan pembangunan di segala bidang, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945, pembangunan tersebut telah mengakibatkan tidak saja keadaan kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi juga menimbulkan dorongan dan tuntutan untuk mengadakan modernisasi di segala bidang kehidupan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut diatas, diperlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan sendiri, oleh karena itu sudah waktunya diletakkan suatu landasan yang dapat lebih menjamin tersedianya dana dari sumber-sumber di dalam negeri sebagai pencerminan kegotong royongan nasional dalam usaha melepaskan diri dari ketergantungan hutang dan bantuan luar negeri, sehingga hutang dan bantuan dari luar negeri hanya merupakan sumber dana alternatif yang makin lama makin kecil peranannya, di samping itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber dari masyrakat, pemerintah, serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor sehingga pada akhirnya mampu membiayai sendiri pembangunan nasional.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan nasional yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar saat ini karena hampir 70% dari penerimaan negara Indonesia berasal dari pajak. Sesuai dengan undang – undang dasar 1945 di mana pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar yang menyatakan “segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang”, dengan demikian kegiatan pembangunan nasional akan terselenggara dengan baik, apabila ditunjang oleh warga Negara yang taat kepada kewajibannya salah satunya adalah kewajiban membayar pajak, Dengan demikian, peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Target penerimaan pajak senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya tuntutan akan peningkatan penerimaan pajak mendorong Ditjen Pajak terus melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.
|
e Spt Pajak |
DJP melakukan modernisasi sistem administrasi perpajakan guna meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara. Modernisasi perpajakan meliputi reformasi kebijakan, reformasi administrasi dan reformasi pengawasan. Reformasi kebijakan terdiri dari amandemen undang-undang antara lain UU No. 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, UU No. 16 tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU No. 42 tahun 2009 mengenai PPN dan PPnBM. Reformasi administrasi merupakan reformasi yang dilakukan berkaitan dengan organisasi, teknologi informasi dan SDM, sedangkan reformasi pengawasan terkait dengan adanya kode etik pegawai seirama dengan pelaksanaan good governance dan equal treatment dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian tujuan modernisasi perpajakan adalah (1) tercapainya tingkat kepatuhan (tax compliance) yang tinggi, (2) tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi dan (3) tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi sehingga diharapkan penerimaan pajak yang meningkat.
Modernisasi administrasi perpajakan dilakukan oleh DJP yaitu dengan cara menerbitkan peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor: PER - 44/PJ/2010 tentang bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai (spt masa ppn) lalu dirubah menjadi peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor: PER - 11/PJ/2013 tentang perubahan atas peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-44/PJ/2010 tentang bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai (spt masa ppn). Hal ini dilakukan sebagai bentuk peningkatan kualitas pelayanan perpajakan terhadap wajib pajak salah satunya dikembangkannya pelaporan pajak terutang dengan menggunakan elektronik SPT (e-SPT). Pelaporan pajak terutang melalui SPT manual dinilai masih memiliki kelemahan khususnya bagi wajib pajak yang melakukan transaksi cukup besar harus melampirkan dokumen (hardcopy) dalam jumlah cukup besar kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sementara proses perekaman data memakan waktu cukup lama sehingga pelaporan SPT menjadi tertunda dan terlambat serta menyebabkan denda. Selain itu dapat terjadi kesalahan (human error) dalam proses ulang perekaman data secara manual oleh fiskus. Agar target penerimaan pajak tercapai harus didukung oleh fasilitas-fasilitas pajak dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar kewajibannnya. Salah satu fasilitas pajak dalam rangka modernisasi administrasi perpajakan adalah e-SPT yang merupakan aplikasi (software) yang dibuat oleh DJP untuk digunakan oleh wajib pajak untuk kemudahan dalam penyampaian SPT. Penggunaan e-SPT dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, akurat serta mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga kepatuhan wajib pajak diharapkan akan meningkat.
Fenomena yang terjadi dalam pengisian SPT manual ditunjukkan pula pada sebuah web pajak yang berisikan bahwa Selama ini pengisian SPT secara manual sering menimbulkan masalah misalnya dalam hal waktu yang cukup lama untuk merekam data SPT di KPP hingga 1-3 bulan. Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data yang menyebabkan data SPT tidak valid.
Selain itu, dengan cara manual membutuhkan sumber daya manusia lebih banyak untuk melakukan perekaman SPT, pemborosan kertas dan tempat penyimpanan SPT.
Sistem scan kertas SPT meski lebih baik dari cara manual namun sering juga mengalami kendala terutama soal saat merekam SPT yang tulisannya tak terlalu jelas. "Dengan e-filing sehingga nggak ada error-error," katanya.
Ia menambahkan melalui e-Filing, akan menekan kesalahan input data oleh pihak ditjen pajak. Sehingga dapat dipastikan jika ada kesalahan input data, lebih disebabkan dari kesalahan wajib pajak yang mengisi.
Beberapa penelitian mengenai penerapan e-SPT telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penerapan e-SPT tersebut. Menurut hasil penelitian Rusbiyanti (2011) yang berjudul yang berjudul Pengaruh Penerapan e-SPT (PPN Masa) terhadap Efisiensi Pengisian SPT (PPN Masa) Menurut Persepsi Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Pratama Tegalega diperoleh kesimpulan bahwa penerapan e-SPT (PPN Masa) berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi pengisian SPT (PPN Masa). Menurut hasil penelitian Dini Wahyu (2009) yang berjudul Analisis Penerapan e-SPT PPN Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan sistem komputerisasi pajak dengan e-SPT memiliki pengaruh yang “kuat” terhadap kepatuhan wajib pajak . Menurut hasil penelitian Siti Hawa (2008) yang berjudul Analisis Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Program e-SPT Dalam Melaporkan SPT Masa PPN , diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan program e-SPT dengan kepatuhan wajib pajak dan e-SPT PPN sebagai sarana pemenuhan kewajiban perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut hasil penelitian Salsalina (2011) yang berjudul Pengaruh Penerapan e-SPT Terhadap Efisiensi Pengisian SPT menurut persepsi Wajib Pajak: Survey Terhadap Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Majalaya diperoleh kesimpulan bahwa penerapan e-SPT berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi pengisian SPT menurut persepsi Wajib Pajak Badan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut telah mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan e-SPT khususnya e-SPT PPN, untuk mengetahui sejauhmana efisiensi pengisian SPT dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN menurut persepsi wajib pajak. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengingat PKP yang dalam satu masa pajak melakukan transaksi lebih dari 25 transaksi diwajibkan untuk menggunakan e-SPT sebagaimana tercantum dalam PER-45/PJ/2010 dan telah diperbaharui menjadi PER - 11/PJ/2013 tentang bentuk, isi dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan yang menerbitkan nota retur atau nota pembatalan dengan jumlah lebih dari 25 dokumen dalam 1 masa pajak, diwajibkan menggunakan e-SPT. Penggunaan e-SPT diharapkan dapat mengurangi kesalahan dalam pemasukan (input) data dan mempercepat pembentukan database pajak keluaran dan pajak masukan sehingga dapat dijadikan bahan referensi (optimalisasi pemanfaatan data pajak).
ADS HERE !!!