Pemikiran-pemikirannya lebih banyak dikemukakan melalui tulisan dan pidato, terutama sejak ia memimpin Perhimpunan Indonesia (PI) di Rotterdam Belanda, ia menulis dalam Indonesiche Vrijs (Indonesia Merdeka), majalah PI, dan media berkata lain, terutama yang diterbitkan oleh kalangan sosial Belanda, serta berkala yang terbit di Indonesia.
Indonesia sangat beruntung memiliki seorang Bung Hatta, dibalik segala kesederhanaannya ia memiliki pemikiran yang melampaui anak-anak muda pada zamannya, ia memang bukan anak muda terasing, lompatan-lompatan pemikirannya berjalan sesuai dngan perkembangan hidupnya dari bujang muda di Minangkabau, Bung Hatta pindah ke Jakarta dan mendapat lingkungan internasional pada usia 22 tahun, lingkungan inilah yang kemudian membentuk karakter ia sebagai seorang yang rasional dan kosmopolitan, pemikiran-pemikiran Bung Hatta mengenai demokrasi politik, sosialisme Indonesia dan koperasi, termasuk yang telah tertuang di dalam UUD 1945 seperti pasal 33 yang perumusannya datang dari dia merupakan satu bukti nyata dari jiwa dan semangat perjuangannya.
Jarak waktu perjuangan Bung Hatta dan generasinya selama 37 tahun (1908-1945), dari sinilah yang kemudian disebut sebagai tonggak sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Bung Hatta yang pada kurun waktu 1925-1930 memimpin Perhimpunan Indonesia (PI) di Rotterdam Belanda, menjadi isi pledoinya sebagai visi dan misi organisasinya. Beberapa program perhimpunan Indonesia (PI) yang kelak menjadi dasar ia dewasa ketika menelorkan konsep perekonomian Indonesia lewat pasal 33 UUD 1945 itu diantaranya: Pertama, mamajukan perekonomian melalui koperasi, pertanian dan bank-bank. Kedua, memajukan kerajinan nasional atas dasar koperasi. Ketiga, penghapusan sistem pajak bumi. Keempat, penghapusan tanah partikelir dalam waktu dekat. Kelima, pengaturan kewajiban membayar pajak yang adil engan membebaskan petani yang memiliki tanah kurang dari setengah bahu dari pembayaran pajak.
Dari lima pasal tersebut yang menjadi landasan gerak organisasi Perhimpunan Indonesia ini, jelas sekali jauh-jauh hari ia berkeinginan negerinya kelak jika sudah merdeka menumbuhkan perekonomian negerinya pada ekonomi kerakyatan yang digerakkan melalui koperasi. Disini jelas sekali wrna sosialisme Bung Hatta lewat klausul membebaskan pajak bagi petani yang memiliki tanah kurang dari setengah bahu serta penghapusan tanah partikelir yang bisa jadi penterjemahan ia atas landeform (Reformasi Tanah).
Kelak ditahun 1960, muncul Undang-undang No. 5/1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan salah satu undang-undang no. 25 tahun 1992 tentang koperasi. Jelas perundang-undangan tersebut, bertolak dari lompatan-lompatan berpikir Bung Hatta yang jauh mendahului generasinya, karena semangat dari perundang-undangan tersebut telah dipikirkan dan digagas pemuda Bung Hatta pada tahun 1928.
Keyakinan (Ideologi), yang menjadi pegangan perjuangan itulah pegangan perjuangan para pendahulu, termasuk Bung Hatta yang memberikan visi dan misi yang akan dicapai wujudkan di hari depan, karena merupakan mata rantai paling bersejarah dilihat dari segi perjuangan saat itu. Sehingga dalam periode sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (PNI) itulah, para pemimpin tercerahkan untuk mengembangkan ideologi perjuangannya masing-masing dan disebarluaskan ketengah-tengah rakyat pengikutnya.
Ideologi yang berkembang dalam periode sejarah Pergerakan Nasional Indonesia saat itu dapat dikatakan menginduk pada tiga kekuatan khusus yaitu : Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Dari keterangan tersebut, maka di dalam periode yang telah ada dan berlalu itu, yaitu tahun 1900, 1908 dan 1945, para pejuang, pimikidan pemimpin pergerakan telah menempuh cara baru di dalam perjuangannya untuk menjadi bangsa dan menjadi merdeka, yaitu apa yang sebelumnya disebut dengan strategi rasional atau strategi otak.
Pada periode itulah para tokoh Pergerakan Nasional Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, diantara salah satu tokohnya adalah Bung Hatta yang tampil dan segala kemampuannya, baik dilihat dari segi pemikirannya maupun dari segi tingkah laku kemanusiaannya, dalam arti sebagai sosok manusia politik dan sebagai warga biasa di tengah-tengah bangsa dan negaranya yang dalam penegakkannya, ia telah memberikan pertanda yang tidak dapat dihapuskan di dalam sejarah
Indonesia.
Pemikiran Bung Hatta seperti yang dikemukakan di atas jelas didasarkan atas prinsip berputarnya efek-efek berantai dalam proses perjuangan panjang yang terjadi di dalam negeri sehingga menimbulkan dampak yang positif untuk keseluruhan sektor dalam kemajuan Indonesia secara merata, adil dan makmur, yang bukan pada dalam kekuasaan asing.
Bung Hatta bercita-cita sekali membina perekonomian Indonesia dengan dasar koperasi. Minatnya terhadap koperasi bertambah ketika melihat dan terjun langsung perkembangan di sana yang mampu menggalang kekuatan ekonomi golongan lemah dalam bersaing dengan perusahaan besar kapitalisme.
Walaupun secara eksplisit ia tidak mengungkapkan bagaimana konsep keadilan sosial itu maknanya, tetapi pandangannya mengenai kolonialisme, ia menggambarkan bahwa perluasan dari rakusnya kapitalisme yang memuncak menuju kematangannya, akan dengan sendirinya mencari wilayah lain untuk perluasan eksistensi perluasan kapital. Maka kolonialisme baginya harus dilihat sebagai anak kandung kapitalisme..
Terbukti koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam peta pemikiran ekonomi Bung Hatta, sebagaimana diketahui, sebagai Bapak Koperasi Indonesia, ia tidak hanya memandang koperasi sebagai bangun perusahaan yang ideal padaa dataran mikro, tetapi sekaligus memandangnya sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan sistem perekonomian Indonesia pada dataran makro.Untuk itu kaitannya dengan kapitalisme dan kolonialisme, ia sebagaimana pemimpin pejuang kemerdekaan segenerasinya, bersikap kritis.
Sebaliknya, Bung Hatta juga tidak setuju dengan sistem ekonomi dan politik sosialis yang berlaku di Uni Soviet dan Cina yang cenderung etatis. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ide negara liberal yang hanya menjamin kemerdekaan politik warganya, tanpa mempersoalkan kesenjangan taraf hidup warga negaranya. Gagasan Bung Hatta ini sejalan dengan konsep negara kesejahteraan (Walfare State).
Dengan demikian, terutama bila ditarik lebih jauh ke tingkat susunan sosial masyarakat Indonesia, pemilihan koperasi sebagai model ideal susunan sosial perekonomian Indonesia sesungguhnya juga dimaksudkan sebagai titik tolak untuk membangun sebuah masyarakat demokratik dan egaliter dalam arti sebenarnya.
Itulah mungkin perlunya memahami dasar-dasar jejal langkah pemikiran Bung Hatta yang hingga sekarang tetap segar dalam ingatan para generasi bangsa modern saat ini.