Dunia saat ini adalah dunia tanpa batas, era modernisasi dan digital abad XXI telah mempraktekkan apa yang dahulu mustahil, ternyata sekarang telah terwujud secara instan. Era Globalisasi membuat hidup semakin pragmatis dan konsumtif; gila mode, hidup bebas, kesenjangan sosial semakin kentara, akibatnya tindakan kriminal merajalela, berbanding lurus dengan meningkatnya pengangguran di mana-mana.
Salah satu alternatif yang paling diharapkan dalam memberikan jalan keluar bagi masalah pengangguran adalah dengan wirausaha. Kejelian dalam melihat peluang usaha menjadi salah satu bekal bagi wirausahawan dalam lapangan pekerjaan. Untuk itu menjadi seorang wirausahawan tentunya dituntut antara lain selalu bersifat kreatif, inovatif, berani mengambil resiko, percaya diri, bersemangat dan mampu memecahkan permasalahan. Berbekal dengan hal-hal tersebut maka seorang wirausaha dalam menjalankan usahanya, akan bertolak berupa tuntunan logika rasional, dan didasarkan atas pemahaman dari kekuatan intuisi profesional yang fleksibel.
Wirausaha merupakan suatu bentuk upaya menambah nilai ekonomi bagi diri pribadi dan masyarakat selaku makhluk sosial yang berani menghadapi resiko dan sanggup menerima tantangan. Untuk situasi perokonomian bangsa Indonesia sekarang ini, seharusnya entrepreneurship menjadi jawaban terbaik. Oleh karena itu, semangat dan jiwa entrepreneurship perlu dan harus ditanamkan, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara meluas kepada masyarakat Indonesia di pelosok negeri.
Menurut Arnaz Agung Andrarasmara SE, MM, ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Jawa Tengah, dipungkiri atau tidak, karakter kemandirian SDM bangsa Indonesia saat ini sangatlah lemah. Jangan berbicara mengenai kewirausahaan jika mental kemandirian saja belum dimiliki oleh bangsa ini. Kurangnya penanaman jiwa kewirausahaan sejak dini menjadi kendala terbesar bagi bangsa ini, belum lagi secara akademis kita ebih sering mempergunakan otak kiri dibanding otak kanan kita.
Dalam Islam kegiatan berwirausaha menjadi unsur penting dalam elaksanakan amal kehidupan di dunia ini. Kebutuhan manusia beraneka acam dalam memenuhi naluri ke-duniawia-an. Memang harus diakui bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan pada harta (kekayaan). Tanpa dimotivasi untuk menjadi kayapun, manusia umumnya secara alamiah sudah terdorong untuk berupaya menjadi kaya karena keinginan memiliki harta memang menjadi sunatullah ada pada setiap manusia, dan menjadi bagian dari hawa nafsu manusia itu sendiri.
Apabila dorongan yang alamiah (dalam urusan harta) yang ada pada diri manusia mucul dan tidak disertai bimbingan, yang terjadi adalah banyaknya orang-orang yang mencari harta dengan mengabaikan aspek kehalalan dan menjadi tidak terkendali. Timbullah keserakahan, penindasan kepada pihak lain, dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu bimbingan agar naluri alamiah tersebut terjaga dengan baik sehingga hasilnya bukan musibah, tetapi anugrah.
Posisi umat Islam dengan dinamika permasalahan, banyak di antara mereka yang terjebak dan menyalah artikan pandangan mereka tentang persoalan mencari harta sebagai wujud kekayaan dan kemakmuran. Sehingga banyak dari umat Islam yang hidupnya kaya dengan harta, tetapi miskin ketakwaan atau sebaliknya. Banyak dari umat Islam yang salah menafsirkan persoalan mencari harta, bahwa harta adalah fitnah dunia dan bagi mereka yang memiliki pandangan bahwa hidup adalah ibadah saja dan menjauhi segala urusan yang berbau dunia.
Keterkaitan dengan etika kerja di atas bahwa takwa merupakan dasar utama berwirausaha bagi para entrepreneur muslim, maka takwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara kerja dengan iman berarti mengucilkan Islam dari aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemaslahatan sendiri, bukan dalam kaitannya dengan pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah swt., serta pengembangan umat manusia.
Etika bekerja dalam Islam juga menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena. Pekerja harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan kewajiban Allah serta bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki mu’amalahnya.
Seharusnya umat Islam dengan penuh perhatian berusaha untuk menanamkan akhlak dalam wujud ketakwaan dalam segala hal. Dengan menanamkan akhlak di dalam jiwa seorang wirausaha (entrepreneur) muslim, membiasakan berpegang pada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Berpikir secara rohaniyahdan insaniah(perikemanusiaan) serta menjalankan kepentingan dunia selaras dengan kepentingan hidup di akhirat, tanpa memandang pada keuntungan materi semata.
Dalam ajaran Islam, ada beberapa sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha, yaitu memiliki sifat takwa, Sifat-sifat yang harus benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan (praktek bisnis) sehari-hari. Ada jaminan dari Allah bahwa “ Barang siapa yang takwakepada Allah, maka Allah akan mengadakan baginya jalan keluar, dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Buku berjudul Berani Kaya Berani Takwayang ditulis oleh Anif Sirsaeba, memotivasi kepada khalayak untuk berani kaya dan berani takwa. Buku ini memberikan pencerahan bagi setiap orang yang berkeinginan kuat untuk bisa merubah jalan hidupnya ke arah yang lebih baik, terutama dalam
hal menata kebutuhan finansialnya tanpa mengabaikan keyakinan untuk bertakwa kepada Tuhan pemberi rezeki.
Anif Sirsaeba sebagai Penulis buku sekaligus objek dalam penelitian ini memberikan catatan tentang perlunya menumbuhkan ketakwaan dalam berwirausaha guna memotivasi mental umat Islam saat ini, ia mendobrak lewat konsep pemikirannya agar umat Islam memiliki motto hidup “ berani kaya dan berani takwa”, agar umat Islam kaya dan dijauhkan dari kemiskinan.
Umat Islam harus dimotivasi untuk berani kaya dan sekaligus berani takwa, dan sebaliknya umat Islam jangan sampai “miskin” harta dan ketakwaan, karena jika umat Islam tidak mempunyai keinginan kuat untuk memajukan agamanya, hal itu sangat menyedihkan dan juga ketika sudah sukses dalam berwirausaha tidak lupa untuk meniru cerdas bisnisnya Rasulullah Muhammad saw. dalam menjalankan kegiatan berwirausaha (entrepreneurship).
Pada kajian ini, peneliti meyakini bahwa nilai takwa dalam wirausaha tidak lepas dari pendidikan Islam. Secara umum pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Indikatornya adalah memiliki kepribadian dengan budi pekerti atau akhlak yang baik dalam menjalankan kegiatan wirausaha. Gagasan yang terdapat di dalam buku tersebut benar-benar unik dalam kehidupan umat Islam, baik dalam menjalankan agamanya serta bekerja keras guna kehidupan dunia.