Pengertian Optimis
Optimis diartikan sebagai orang yang selalu berpengharap
(berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal. Sedangkan optimisme
di definisikan sebagai bersifat ambisi atau penuh harap. Menurut Walgito optimis yang terjadi pada dirinya, sedangkan pesimis adalah
individu yang memperkirakan dirinya akan mengalami hal buruk.
Optimisme adalah paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan atau sikap selalu mempunyai harapan baik
disegala hal.
Seseorang dapat memunculkan suatu sikap optimis dalam dirinya
melalui berpikir. Bila menghadapi masalah atau persoalan yang ada,
tujuan berpikir adalah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu
berpikir sering dikemukakan sebagai aktivitas psikis yang internasional.
Dalam posisi seperti ini seseorang akan memikirkan bagaimana cara
memecahkan masalah yang ada.
Orang yang memiliki sikap optimis akan tetap tegar dan sanggup
menghadapi penderitaan yang menimpanya. Karena individu percaya
bahwa wujud prasangka baik kepada Tuhan akan senantiasa menolongnya. Individu mengambil cara pandang yang positif karena
yakin bahwa Tuhan senantiasa memberikan kebaikan. Individu meyakini
bahwa akan lebih banyak mengalami suatu peristiwa yang baik daripada
peristiwa yang buruk dibandingkan orang lain.
Kebiasaan berpikir positif dengan cara yang realistis dalam
memandang suatu masalah merupakan salah satu bentuk berpikir yang
berusaha untuk mencapai hasil terbaik dari keadaan terburuk, dengan
mengandalkan bahwa setiap masalah memiliki jalan keluar. Orang yang
selalu berpikir positif tidak mudah putus asa akibat hambatan yang
dihadapi.
Berdasarkan perngertian dari beberapa tokoh di atas peneliti juga
berpendapat bahwasannya optimis merupakan pemikiran bahwa akan lebih
banyak hal baik yang terjadi daripada hal buruk di masa depan. Individu
optimis saat mengahadapi kesulitan akan terus berusaha mencapai tujuan
dan akan menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dengan
menggunakan strategi coping yang efektif untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
|
Optimisme |
Aspek Optimisme
Dalam memandang suatu peristiwa atau masalah memiliki hubungan
yang erat dengan gaya penjelasan (explanatory style). Gaya penjelasan ini
terdiri dari tempo waktu yang bersifat menetap(permanence), ruang
lingkup yang khusus(pervasive), dan penyebab dari
luar(eksternal).
Menurut Seligman, terdapat beberapa aspek dalam individu
memandang suatu peristiwa/masalah berhubungan erat dengan gaya
penjelasan (explanatory style), yaitu :
a. Permanence
Gaya penjelasan peristiwa ini menggambarkan bagaimana individu
melihat peristiwa berdasarkan waktu, yaitu bersifat sementara
(temporary) dan menetap (parmanence). Orang-orang yang mudah
menyerah (pesimis) percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk
yang menimpa dirinya bersifat permanen (kejadian itu akan terus
berlangsung) selalu hadir mempengaruhi hidupnya.
Orang-orang yang
melawan ketidakberdayaan (optimis) percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu bersifat sementara. Orang-orang yang pesimis
melihat peristiwa yang buruk sebagai sesuatu yang menetap dan
cenderung menggunakan kata-kata “selalu” dan “tidak pernah”. Orang
pesimis melihat hal yang baik hanyalah sebagai hal yang bersifat
sementara. Sebaliknya orang yang optimis melihat peristiwa buruk
sebagai suatu hal yang hanya bersifat sementara. Sementara orang
yang optimis melihat hal yang baik sebagai suatu hal yang bersx`ifat
permanen.
Menurut Seligman, gaya optimis terhadap peristiwa baik
berlawanan dengan gaya optimis terhadap peristiwa buruk. Individu
yang percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab yang permanen
lebih optimis daripada individu yang percaya bahwa penyebabnya
temporer. Individu yang optimistis menerangkan peristiwa dengan
mengaitkannya dengan penyebab permanen, contohnya watak dan
kemampuan. Orang yang pesimis menyebutkan penyebab sementara
seperti suasana hati dan usaha. Misalnya orang-orang pesimis
menganggap bahwa “hari ini beruntung karena telah berusaha keras”,
dan “lawan yang dihadapi sedang kelelahan”, sedangkan orang-orang
optimis menganggap bahwa “dirinya selalu beruntung karena memang
berbakat”, dan “lawan yang dihadapi tidak ada apa-apanya”.
Orang-orang yang meyakini bahwa peristiwa baik memiliki
penyebab yang pasti, ketika berhasil orang-orang ini akan berusaha
lebih keras lagi pada kesempatan berikutnya.
Orang-orang yang
menganggap peristiwa baik disebabkan oleh alasan temporer mungkin
menyerah bahkan ketika berhasil, karena dinilai percaya itu hanya
suatu kebetulan. Orang yang paling bisa memanfaatkan keberhasilan
dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan
baik adalah orang yang optimis.
b. Pervasive (Spesifik Versus Universal)
Gaya penjelasan peristiwa ini berkaitan dengan ruang lingkup
peristiwa tersebut, yang meliputi universal (menyeluruh) spesifik
(khusus).
Orang yang optimis bila dihadapkan pada kejadian yang
buruk yang belum pernah menimpanya akan membuat penjelasan yang
spesifik dari kejadian ini, bahwa hal buruk terjadi diakibatkan oleh
sebab-sebab khusus dan tidak akan meluas kepada hal-hal yang lain.
Bila dihadapkan pada hal yang baik individu optimis akan menjelaskan
hal itu diakibatkan oleh faktor yang bersifat universal. Sementara
orang yang pesimis akan melihat kejadian yang baik sebagai suatu hal
yang spesifik dan berlaku untuk hal-hal tertentu saja. Sedangkan jika
menemui kejadian buruk pada satu sisi hidupnya individu optimis akan
menjelaskannya sebagai suatu hal yang universal, dan akan meluas
keseluruh sisi lain dalam hidupnya, dan biasanya akibat hal ini menjadi
mudah menyerah terhadap segala hal meski hanya gagal dalam satu
hal.
Seligman juga berpendapat bahwa sebagian orang bisa
melupakan persoalan dan melanjutkan kehidupan bahkan ketika salah satu aspek penting dari kehidupanmisalnya pekerjaan atau pernikahan
sedang berantakan. Ada sebagian lain yang membiarkan satu persoalan
melebar mempengaruhi segala segi kehidupan, ada yang
menganggapnya sebagai bencana. Misalnya ketika orang-orang
pesimis dihadapkan pada kejadian buruk maka orang-orang tersebut
menganggap bahwa yang berkaitan dengan dirinya merupakan sebuah
hambatan. Sedangkan orang-orang optimistis ketika menghadapi
kejadian buruk, akan menganggap bahwa yang perlu dirubah adalah
sudut pandang penyelesaiannya.
c. Personalization
Merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan
sumber dari penyebab kejadian tersebut, meliputi dari internal (dari
dalam dirinya) dan eksternal (dari luar dirinya).Saat hal buruk terjadi,
seseorang bisa menyalahkan dirinya sendiri (internal) atau
menyalahkan orang lain atau keadaan (eksternal).
Orang-orang yang
menyalahkan dirinya sendiri pada saat menghadapi kegagalan maka
sangat berpotensi akan menganggap dirinya sendiri sangat rendah.
Individu tersebut akan berpikir bahwa keberadaannya tidak berguna,
tidak mempunyai kemampuan, dan tidak dicintai.
Orang-orang yang menyalahkan kejadian-kejadian eksternal tidak
kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadiankejadian
buruk yang telah menimpanya. Ketika mengalami hal yang
buruk, orang yang pesimis akan menganggap bahwa hal itu terjadi karena faktor dari dalam dirinya. Bila dihadapkan pada peristiwa baik
ia akan mneganggap bahwa hal itu disebabkan oleh faktor luar dirinya.
Di sisi lain, orang optimis akan menganggap hal yang baik merupakan
hal yang disebabkan oleh faktor dalam dirinya. Sedangkan ketika
menghadapi suatu yang buruk yang disebabkan oleh faktor eksternal.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ketiga aspek tersebut
menggambarkan tanda-tanda apakah seseorang dapat dikatakan
optimis atau bukan yaitu tentang bagaimana cara seseorang dalam
menjelaskan kejadian-kejadian buruk, cara seseorang memandang
suatu kebiasaan dari pikiran yang pernah dialami saat masa kanakkanak
dan remaja, dan suatu pikiran bahwa seseorang dapat diterima
dan dihargai atau tidak diterima dan tidak dihargai oleh orang lain,
yaitu meliputi aspek permanence (masalah dengan waktu),
pervasiveness (masalah dengan ruang), personalization (masalah
dengan pribadi/diri sendiri).
Berkaitan dengan teori motivasi atau yang lebih dikenal dengan teori
expectancy-value, teori optimisme ini
berpandangan bahwa perilaku individu disusun oleh dua aspek, yaitu goal
dan ekspektasi.Goal (tujuan) adalah langkah atau tindakan yang dianggap
diinginkan atau tidak diinginkan. Sedangkan ekspektasi merupakan
confidence (kepercayaan) atau doubt (keraguan) dalam pencapaian tujuan.
Jika individu ragu maka tidak akan ada tindakan. Karena ragu dapat mengganggu usaha untuk mencapai tujuan. Hanya individu dengan
ekspektasi cukup yang mampu melanjutkan usahanya.
Ciri-Ciri Orang Optimis
Menurut Ginnis mengatakan bahwa seorang yang
optimis percaya bahwa kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang
bersifat sementara dan penyebabnya pun terbatas, seseorang juga percaya
bahwa hal tersebut muncul bukan diakibatkan oleh faktor dalam dirinya.
Idham juga mengemukakan seseorang yang optimis jarang
dikejutkan oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani
menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari
esok. Ketika didapatinya sebuah masalah individu tersebut akan mencari
pemecahan sebagian permasalahan. Bagi individu optimis tidak ada yang
tidak mungkin untuk diwujudkan, dirinya akan menaklukkan tujuan
dimulai dari hal yang paling kecil.
Individu optimis meyakini bahwa dirinya mampu mengendalikan atas
masa depannya. Dalam pikirannya tergambar rancangan apa saja yang
harunya dilakukan dengan konsekuensi seperti apa yang menghambat.
Keyakinan seperti inilah yang membantu individu optimis bertahan lebih
lama setelah yang lain-lainnya menyerah. Individu yang menjaga
optimisnya dan merawat ambisisinya dalam jangka waktu yang lama
adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar
untuk melawan dorongan atau keinginan pribadi (entropy).
Optimis bukan hanya menyelaraskan pemikirannya yang negatif dan
menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis. Individu optimis
akan berusaha lebih memandang sejauh mungkin dari segi pandangan
yang menguntungkan. Meningkatkan apresiasi yang diketahui bahwa
dunia ini dipenuhi dengan dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan
dinikmati.
Individu optimis akan senantiasa nampak bahagia meski sebenarnya
tidak bisa merasa bahagia.
Optimis berpandangan bahwa dengan perilaku
ceria akan lebih merasa optimis. Dengan berperilaku ceria individu juga
dapat meningkatkan imajinasi untuk melatih sukses. Individu optimis akan
mengubah pandangannya hanya dengan menggunakan imajinasinya,
mengubah ketakutan menjadi bayangan yang positif. Hampir seluruh
individu optimis merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir
tidak terbatas untuk diukur. Tidak peduli berapapun usianya individu
tersebut mempunya keyakinan yang sangat kokoh karena apa yang terbaik
dari dirinya belum tercapai. Untuk menambah wawasan, individu optimis
melakukan aktivitas yang dapat menunjang pengetahuannya, salah satu
caranya yaitu bertukar ide dengan individu optimis demi terwujudnya
sebuah ambisi.
Individu optimis selalu memperdulikan orang-orang yang berada
dalam kesulitan dan menyentuh banyak arti kemampuan, kemampuan
untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain
merupakan daya yang sangat kuat dan membantu untuk memperoleh optimisme itu sendiri. Individu optimis beranggapan bahwa orang yang
paling bahagia dan sukses adalah yang terbuka hatinya dan berhasrat
mempelajari cara baru, yang menyesuaiakan diri dengan sistem baru
ketika sistem lama tidak berjalan. Ketika orang lain membuat frustasi dan
melihat orang-orang ini tidak akan berubah individu optimis akan
menerima orang itu dengan apa adanya dan bersikap santai. Karena prinsip
individu optimis adalah “Ubahlah yang bisa anda ubah dan terimalah yang
tidak bisa anda ubah” (Clark dalam Ginnis).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Optimisme
Idham mengemukakan faktor yang mempengaruhi optimisme
sesorang dikarenakan individu pernah merasakan yang namanya pesimis,
pengalaman bergaul, dan prasangka yang dimilikinya.
Banyak orang yang menyatakan bahwa ingin bisa lebih positif, akan
tetapi disisi lain banyak dari orang-orang tersebut masih terkutuk dengan
sifat pesimis yang ada, dan untuk dapat mengubah dirinya dari pesimis
menjadi optimis dapat rencana tindakan yang ditetapkan sendiri.
Pengalaman bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk
mengagumi dan menikmati hal pada diri orang lain merupakan daya yang
sangat kuat, sehingga dapat membantu individu memperoleh optimis
Prasangka bisa merupakan fakta bisa tidak, individu pesimis
cenderung menjadikan prasangka sebagai momok untuk menghadapi
situasi dan keadaan yang akan terjadi, ketakutan inilah yang membuat individu menjadi ragu untuk melakukan suatu perubahan.
Menurut Seligman, cara berpikir setiap individu
mempengaruhi hampir seluruh kehidupannya, diantara bidang yang
mempengaruhi yakni meliputi pendidikan, individu pesimis akan berada
dibawah potensi yang dimilikinya. Sedangkan individu yang optimis akan
bisa melampaui batas yang dimilikinya. Orang yang optimislebih berhasil
daripada individu pesimis meski individu pesimis memiliki minta dan
bakat yang relatif sebanding.
Bidang selanjutnya yang mempengaruhi kehidupan seseorang adalah
pekerjaan, individu yang optimis nampak lebih ulet menghadapi berbagai
tantangan sehingga akan lebih sukses dalam bidang pekerjaan dibanding
individu yang pesimis. Individu optimis menunjukkan pengerjaan tugas
lebih baik di sekolah dan pekerjaan.
Menurut Clark, tumbuhnya sikap optimis di pengaruhi oleh
pengalaman bergaul dan orang-orang sekitarnya. Mendukung pendapat
Clark, Seligman menambahkan bahwa kritik pesimis dari orang
tua, guru, dan pelatih terhadap dirinya membentuk gaya penjelasan anak.
Pengalaman berinteraksi antara anak dengan orang-orang yang dihormati
tersebut dapat diperhatikan dalam kesehariannya. Dukungan sosial sangat
diperlukan, karena merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial yang
menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal.
Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya
akan terasa lebih mudah.
Individu dengan pemikiran positif selalu termotivasi untuk menjaga
pandangan yang baik tentang dirinya, dari pandangan positif itulah
individu tersebut dapat mengetahui dirinya dan keadaan sekitarnya. Pengalaman tersebut terdiri atas pengalaman penguasaan
dan ketidakberdayaan. Pengalaman tidak menyenangkan dapat merusak
konsep diri seseorang dan dapat merusak pandangan optimis. Namun
sebaliknya tantangan tidak terduga yang menghasilkan penguasaan dapat
menjadi titik awal perubahan optimis yang akan berlangsung sepanjang
waktu .