Pemberian otonomi pendidikan yang khusus pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan kurikulum yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah.
Kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga komponen penting dalam program pembelajaran. Ketiga komponen tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan, materi, dan pelaksanaan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu kegiatan penilaian dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan. Oleh sebab itu kurikulum yang baik dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik, terencana, dan berkesinambungan.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 58 ayat 1 dinyatakan bahwa dalam rangka pencapaian standar kompetensi siswa, "evaluasi belajar siswa dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
|
Belajar |
Sebelum dilaksanakan proses evaluasi, terlebih dahulu dilakukan pembelajaran. Untuk dapat menghasilkan evaluasi yang maksimal sesuai dengan tujuan, proses pembelajaran perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu sajamenuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh proses peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya, 2 serta metode yang di gunakan oleh guru, diantaranya kegiatan pembelajaran di kelas yang bersifat individual. Pembelajaran yang bersifat individual sangat diperlukan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Program pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus lebih diarahkan kepada pemberian treatment atau intervensi khusus agar dapat memanipulasi alat atau media yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar, sumber bahan serta situasi lingkungan sekolah. Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus merupakan bagian dari Pendidikan Luar Biasa (PLB), pendidikan yang secara keseluruhan berbeda dari pendidikan pada umumnya, sehingga diperlukan metode khusus antara lain dengan menggunakan metode individual, khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pembelajaran PAI pada Anak Berkebutuhan Khusus lebih banyak menggunakan aspek/ranah psikomotorik, sebab hal tersebut memudahkan peserta didik dalam mengingat pembelajaran yang telah diberikan oleh guru. Semakin banyak materi yang diserap oleh peserta didik maka evaluasi yang di hasilkan akan semakin baik. Evaluasi pembelajaran PAI pada Anak Berkebutuhan Khusus sangat besar pengaruhnya bagi peserta didik. Yang mendasari diperlukannya evaluasi dalam proses pendidikan, terutama dalam pendidikan islam, seperti hadits nabi saw yang artinya:
“Dan telah di riwayatkan dari Umar bin Khattab r.a bahwasanya: Nilailah (introspeksi) dirimu sebelum kamu dinilai dan hiasilah dirimu dengan kehormatan yang mulia, karena keringanan hisab pada hari kiamat itu tergantung pada orang yang menilai dirinya di dunia.”(HR. Tirmidzi)
Rumpun pelajaran pendidikan agama Islam yang kandungan isi materinya sarat dengan muatan norma dan nilai nilai didalamnya tentunya memerlukan penilaian yang tidak hanya terfokus pada satu aspek saja (kognitifnya). Penilaian harus menyeluruh, selain aspek kognitif juga aspek afektif dan psikomotornya. Keseluruhan aspek yang harus dinilai berdasarkan atas konsep keterpaduan materi dan proses penyelenggaraan pendidikan yang meliputi keterpaduan antara lingkungan pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. 4 Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. 5
Dengan evaluasi yang baik, diharapkan mutu pembelajaran PAI yang dihasilkan dapat menjadikan siswa berperilaku sesuai dengan ajaran Islam, hal ini sebagaimana tercantum dalam tujuan Pendidikan Agama Islam diatas. Namun demikan, dalam praktiknya proses evaluasi pembelajaran PAI pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) hasil yang dicapai belum maksimal. Untuk itu diperlukanlah suatu proses evaluasi yang baik. Hal ini kemudian mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang proses evaluasi pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) bagian tuna grahita ringan di SDLB N Slawi.
Sumber:
1. UU NO 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 58 ayat 1, (Semarang: PW LP Ma’arif NU Jateng, 2006), hlm. 19. 2
2. E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakterisit, dan Implementasi (Bandung:Remaja rosdakarya, 2002), hlm. 101.
3. Abi Isa Muhammad bin Abi Isa, Sunan Tirmidzi, Juz 4 ( Beirut: Darul fikr, 1994 ), hlm. 207.
4. Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi kurikulum 2004, ( Bandung: Remaja Rosdakarya 2004), hlm. 189.
5. Muhaimin, et. all, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 78-79.