Seperti halnya Kierkegaard dan Sartre, Camus sangat dipengaruhi pemikiran mengenai absurditas. Pertama; ada ketidakmampuan memahami dunia. Camus adalah seorang ateis dan sangat percaya bahwa tidak ada penjelasan final mengenai dunia. Camus nampaknya juga menginginkan sebuah kepuasan akan kesempurnaan. Namun, ia tak kunjung mendapatkannya. Penjelasan-penjelasan yang ia dapat hanya bersifat parsial. Seperti dikatakannya:
Pada tingkatan yang terakhir, kamu mengajariku bahwa alam yang menakjubkan dan penuh dengan warna ini dapat direduksi... menjadi elektron. Ini semua baik dan kutunggu kamu melajutkannya. Tetapi kamu mengatakan ada suatu dalam tatasurya yang tidak tampak di mana elektron-elektron itu mengelilingi pusatnya. Kamu menerangkan dunia ini padaku dengan suatu citra. Saya sadari kemudian bahwa kamu telah direduksi menjadi sebuah puisi; aku tidak perna tahu.Ada banyak kebenaran, tetapi tidak ada yang benar; ada banyak deskripsi mengenai bagian-bagian tetapi tidak ada penjelasan mengenai keseluruhan. Semua ilmu pengetahuan berhenti pada hipotesis.
Lebih dari itu, pikiran tentang absurditas muncul bila kita memikirkan betapa besar kesempatan dan peristiwa berperan dalam kehidupan manusia, betapa banyak perbuatan dan pemikiran besar yang mempunyai awal yang menggelikan. Semua hal yang ada di dunia ini adalah tidak terduga dan tidak dapat diprediksi dengan sempurna. Ini yang dapat membuat manusia lama-kelamaan menjadi absurd.
Kesadaran tentang absurditas dapat terjadi apabila seorang tiba-tiba sadar tentang rasa bosan. Manusia menemui titik jemu, kelelahan mekanis dari keberadaan sehari-harinya. Ini lah yang dinamakan dengan titik kulminasi manusia. Absurditas kehidupannya membuat berhenti di puncak kemuakan.
Selanjutnya sebagai puncak semuanya adalah kematian. Semua kehidupan manusia beserta hasratnya yang sangat, aktifitas dengan pelbagai prestasi, semua keindahan yang telah ia saksikan, semua cinta yang telah ia berikan dan terima semua akan berakhir dengan kematian. Ini semakin membuatnya semakin tidak mengerti dan muak yang mendalam. Berlelah-lelah manusia membangun sebuah pencapaian, namun pada akhirnya akan mati dalam keadaan yang sama semua.
Perasaan absurditas muncul karena manusia mencari pemahaman yang lengkap mengenai suatu dunia yang tidak dapat dipahami. Pikiran manusi merindukan kebenaran universal sementara dunia hanya menunjukkan kebenaran yang tidak semupurna. Seperti dalam pernyataan berikut,
Kukatakan bahwa dunia ini adalah absurd tetapi aku terlalu gegabah. Dunia sendiri adalah sesuatu yang tidak dapat dipikirkan, hanya itu yang bisa dikatakan. Tetapi apa itu absurditas ? yaitu pertentangan irrasionalitas ini dengan kerinduan liar untuk menjernihkan sesuatu yang bergema di dalam hati manusia. Absurditas lebih banyak tergantung pada manusia seperti juga pada dunia.
Camus mengakui ada dua macam bunuh diri. Menurutnya dua itu adalah bunuh diri fisik dan bunuh diri filsafat. Tipe bunuh diri yang kedua bagi dia bahwa seorang filosof sangat sadar tentang absurditas dan ketidakrasionalan eksistensi. Namun, karena ada beberapa simpul pikiran, putaran keinginan dan perubahan imajinasi. Ini terlihat bahwa pemikirannya sangat menjastis orang lain. Filsafat ini akan berakhir dengan rasionalitas. Tetapi hanya menolak, tidak berbuat, dengan membunuh sikap filosofinya yang asli, itulah yang disebut bunuh diri filsafat.
Bagi Camus tidak satupun bentuk bunuh diri ini yang merupakan jawaban. Jawaban Camus terhadap yang absurd adalah pemberontakan. Sebenarnya manusia mampu bangkit dari absurdisitasnya jika dalam penyadarn. Manusia yang absurd adalah manusia yang mengerti arti absurditas itu, tidak lari darinya tetapi selalu menjaga didalam kesadarannya, inilah manusia yang menantang, ia pemberontak.
Konsekuensinya dari pemberontakan ini adalah bahwa manusia absurd mempunyai suatu pengertian baru tentang kebebasan. Memang benar bahwa tidak ada kehidupan di masa depan. Tetapi juga tidak ada etika eksternal yang memerintahkan menahan kebebasan manusia. Karena tidak ada ukuran nilai, maka tidak ada pilihan, tidak ada pilihan terbaik yang harus dibuat. Yang bermakna bukanlah hidup yang terbaik tapi hidup yang terbanyak. Konsekuensi dari pemikiran ini akan melahirkan manusia yang rakus. Ia tidak mengenal batas dan tentunya sangat egois.
ADS HERE !!!