Potensi yang ada dalam setiap manusia menurut para ilmuan itu sungguh tak terbatas, akan tetapi hingga tingkat peradaban sekarang ini yang digunakan hanya satu persen dari seluruh potensi tersebut. Potensi diri manusia secara utuh adalah keseluruhan badan atau tubuh manusia sebagai suatu sistem yang sempurna dan paling sempurna bila dibandingkan dengan sistem makhluk ciptaan Allah lainnya. Ini sesuai dengan Firman Allah surat at Tin ayat 4:
Sesungguhnya kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. al-Tin: 4)
Jenis atau bentuk potensi itu sangat beragam. Menurut Hasan Langgulung Allah memberi manusia beberapa potensi atau kebolehan berkenaan dengan sifat-sifat Allah yaitu Asmaul Husna yang berjumlah 99. Dengan berdasarkan bahwa proses penciptaan manusia itu secara non fisik. Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 29 sebagai berikut:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kepadanya dengan bersujud (QS. al-Hijr: 29)
Dengan kata lain sifat-sifat Allah itu merupakan potensi pada manusia yang kalau dikembangkan, maka ia telah memenuhi tujuannya diciptakan, yaitu untuk ibadah kepada penciptanya.
Sedangkan apabila diidentifikasi secara garis besarnya manusia dibekali tiga potensi dasar yaitu:
a. Roh; Potensi ini lebih cenderung pada potensi tauhid dalam bentuk adanya kecenderungan untuk mengabdi pada penciptanya.
b. Potensi jasmani berupa bentuk fisik dan faalnya serta konstitusi biokimia yang teramu dalam bentuk materi.
c. Potensi Rohani, berupa konstitusi non materi yang terintegrasi dalam komponen-komponen yang terintegrasi.
Sedangkan menurut Jalaluddin, secara garis besarnya membagi potensi manusia menjadi empat, yang secara fitrah sudah dianugerahkan Allah kepada manusia,13 yaitu sebagai berikut:
a. Hidayah al-Gharizziyah / wujdaniyah (naluri)
Potensi naluriyah disebut juga dengan istilah hidayah wujdaniyah yaitu potensi manusia yang berwujud insting atau naluri yang melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan di muka bumi ini. Potensi ini dapat dikatakan sebagai suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar mengajar.
Dalam potensi ini memberikan dorongan primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Di antara dorongan itu adalah insting untuk memelihara diri seperti makan minum, dorongan untuk mempertahankan diri seperti nafsu marah dan dorongan untuk mengembangkan diri. Dorongan ini contohnya adalah naluri seksual.
b. Hidayah al-Hissiyyah (indra)
Secara umum manusia memiliki lima indera dengan sebutan pancaindera yaitu indera yang berjumlah lima. Potensi yang Allah berikan kepada manusia dalam bentuk kemampuan inderawi sebagai penyempurna potensi yang pertama. Pancaindera ini merupakan jendela komunikasi untuk mengetahui lingkungan kehidupan manusia, sehingga dari sini manusia akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan.
Potensi inderawi yang umum dikenal itu berupa indera penciuman, perabaan, pendengar dan perasa. Namun, di luar itu masih ada sejumlah alat indera dengan memanfaatkan alat indera lain yang sudah siap. Oleh Toto Tasmara dikaitkan dengan fuad yang merupakan potensi qalbu yang berfungsi untuk mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia (fungsi rasio, kognitif). Fuad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya, yang menurut al-Ghazali fuad/qalb merupakan alat dan wadah guna memperoleh ilmu pengetahuan.
c. Hidayah al-‘Aqliyah (akal)
Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara yang benar dan yang salah. Potensi akal ini sebagai organ yang ada dalam manusia yang untuk membedakan antara manusia dengan makhluk yang lain.
Akal sebagai potensi manusia dalam pandangan Islam itu berbeda dengan otak. Akal di sini diartikan sebagai daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam merupakan ikatan dari tiga unsur, yaitu pikiran, perasaan dan kemauan. Bila ikatan itu tidak ada, maka tidak ada akal itu. Akal diartikan juga sebagai sifat yang untuk memahami dan menemukan pengetahuan dan sebagai unsur pemahaman dalam diri manusia yang mengenal hakekat segala sesuatu. Terkadang akal ini disebut kalbu jasmaniyah, yang ada dalam dada, sebab antara kalbu jasmani dengan latifah ‘amaliyah mempunyai hubungan unik.
Dalam konteks ayat-ayat al-Qur’an kata ‘aql dapat dipahami sebagai daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu. Dorongan moral dan daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Selain itu, akal merupakan pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi segala sesuatu, baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas. Dengan potensi akal ini, manusia akan mampu berpikir dan berkreasi menggali dan menemukan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari fasilitas yang diberikan kepada manusia untuk fungsi kekhalifahannya. Dan potensi akal inilah yang ada dalam diri manusia sebagai sumber kekuatan yang luar biasa dan dahsyat yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
d. Hidayah Diniyah (keagamaan)
Pada dasarnya dalam diri manusia sudah ada yang namanya potensi keagamaan, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi . Dalam Islam potensi yang hubungannya dengan keagamaan disebut fitrah, yaitu kemampuan yang telah Allah ciptakan dalam diri manusia, untuk mengenal Allah. Inilah bentuk alami yang dengannya seorang anak tercipta dalam rahim ibunya sehingga dia mampu menerima agama yang hak. Potensi fitrah (keagamaan) merupakan bawaan alami. Artinya ia merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), dan bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (muktasabah).
Potensi fitrah pada intinya sudah diterima dalam jiwa manusia sendiri dan merupakan potensi yang hebat, energi dahsyat yang tidak ditundukkan oleh kekuatan lahiriyah yang konkrit apabila ia dikerahkan, diarahkan dan dilepaskan secara wajar menurut apa yang telah diterapkan. Bentuk potensi ini menunjukkan bahwa manusia sejak asal kejadiannya membawa potensi beragama yang lurus dan ini
merupakan pondasi dasar dalam agama Islam untuk mengarahkan potensi-potensi yang ada dari insting, inderawi dan aqli. Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al Rum ayat 30:
Potensi sebagai kemampuan dasar dari manusia yang bersifat fitri yang terbawa sejak lahir memiliki komponen-komponen dasar yang dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan. Karena komponen dasar ini bersifat dinamis, responsif terhadap pengaruh lingkungan sekitar, di antaranya adalah lingkungan pendidikan. Komponen-komponen dasar itu meliputi hal-hal sebagai :
a. Bakat
Bakat dalam hal ini dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan pembawaan, yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) tertentu. Bakat ini akan tampak nyata jika ia mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang.
Menurut William B. Michael sebagaimana dikutip oleh Sumadi Suryabrata, meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas yang sedikit sekali tergantung kepada latihan. Titik tekan dalam bakat adalah dari segi apa yang dapat dilakukan individu. Adapun Guillford, dalam buku yang sama, menjelaskan bahwa aptitude mencakup tiga dimensi psikologis, yaitu perseptual, psikomotor dan intelektual. Dari ketiga dimensi tersebut saling mendukung terwujudnya bakat dalam diri individu. Pada dasarnya bakat merupakan kemampuan bawaan sejak lahir sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar terwujud suatu tindakan yang dapat dilakukan di masa mendatang.
Seseorang yang memiliki bakat tertentu sejak kecilnya, tetapi tidak memperoleh kesempatan untuk berkembang yang disebabkan tidak ada dana untuk latihan, maka bakatnya tidak dapat berkembang. Hal ini biasanya dikatakan sebagai bakat terpendam. Pada umumnya anak-anak mempunyai bakat yang dapat diketahui orang tuanya dengan memperhatikan tingkah laku dan kegiatan anaknya sejak dari kecil. Biasanya anak yang memiliki bakat dalam suatu bidang, dia akan gemar sekali melakukan/ membicarakan bidang tersebut. Oleh karena itu, cassidy menyebabkan lima hal sebagaimana dikutip Reni Akbar dan Hawadi yang mungkin dapat menjadi pegangan bagi orang tua dalam mendidik anaknya yang tegolong berbakat:
1) Berlaku sebagai pendorong anak dengan sekolahnya di dalam memberikan informasi tentang kekuatan-kekuatan dan gaya belajar yang dimiliki anak.
2) Menyediakan kesempatan belajar di rumah/di luar rumah.
3) Bantulah anak pada setiap tugas yang diberikan oleh sekolah.
4) Berperan sebagai mentor dan tidak segan-segan bertukar pikiran dengan orang tua lainnya maupun anak yang lain.
5) Mengembangkan materi pelajaran yang diberikan untuk anak sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Dari penjelasan itu menunjukkan bahwa dalam diri anak terdapat kemampuan dasar dan dalam mengembangkannya butuh pengajaran. Karena pada dasarnya kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan training (ajar/latihan) yang intensif dan pengalaman.
b. Insting atau gharizah
Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau beringkah laku dengan tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting inipun merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam dunia psikologi pendidikan, kemampuan ini disebut dengan istilah “kapabilitas”. Naluri (gharizah) kebanyakan digunakan untuk binatang dan jarang sekali untuk manusia. Sebab hakekat naluri yang sebenarnya masih belum jelas hingga saat ini. Namun demikian masih terdapat beberapa pendapat mengenai insting oleh beberapa sarjana yang memberikan ta’rif naluri sebagai suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir terlebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa didahului latihan perbuatan itu.
Insting merupakan tendensi khusus dari jiwa manusia/binatang yang menimbulkan tingkah laku yang sudah terbawa sejak lahir tanpa melalui proses belajar.
c. Nafsu dan dorongan-dorongan (drives)
Nafsu adalah makna keseluruhan dari potensi amarah dan senang yang ada dalam diri manusia. Nafsu juga mempunyai arti sebagai organ rohani yang besar pengaruhnya dan yang paling banyak di antara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak. Nafsu juga merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan-dorongan untuk berbuat dan bertindak kreatif dan dinamis yang dapat berkembang kepada dua arah, yaitu kebaikan dan kejahatan. Ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al-Syams ayat 7 sebagai berikut:
Inilah yang menunjukkan, bahwa nafsu itu berpotensi positif dan negatif. Akan tetapi diperoleh pula isyarat, bahwa hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari negatif, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Karena itu manusia dituntut untuk dapat memelihara kesucian nafsu dan tidak mengotorinya.
d. Karakter atau tabiat manusia
Watak tabiat manusia merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral, sosial serta etis seseorang. Karakter dan tabiat ini terbentuk dari diri manusia dan bukan dari pengaruh luar dan berhubungan erat dengan kepribadian seseorang. Oleh karena itu ciri keduanya hampir tidak dapat dibedakan dengan jelas.
e. Hereditas
Hereditas atau keturunan adalah merupakan faktor kemampuan dasar yang mendukung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang dekat maupun yang telah jauh. Hereditas ini lebih mengarah pada bentuk fisik dan kejiwaan yang dimiliki oleh individu lebih identik atau memiliki kesamaan dengan orang-orang terdekatnya seperti kedua orang tuanya.
f. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi ini dapat bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar. Artinya suatu permasalahan itu muncul dalam keadaan orang itu tidak sedang menggelutinya, tetapi jawaban serta merta muncul dibenaknya.
Intuisi adalah kegiatan berfikir yang tidak analitis, tidak berdasarkan pada pola berfikir tertentu. Pendapat yang berdasarkan intuisi ini timbul dari pengetahuan yang terdahulu melalui suatu proses berfikir yang tidak disadari. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa intiusi merupakan pengalaman puncak. Pendapat lain mengatakan, bahwa intuisi merupakan intelegensi yang paling tinggi. Intuisi hanya diberikan Tuhan kepada jiwa manusia yang bersih dan dirasakan sebagai getaran hati nurani yang merupakan panggilan Tuhan untuk berbuat sesuatu yang amat khusus.
Berbagai potensi yang ada pada diri kita ini seyogyanya dimanage atau dikelola dengan baik, kemudian digunakan secara optimal dalam hidup ini dan akhirnya yang sangat penting adalah mengendalikan potensi-potensi tersebut agar selalu dapat memberikan kesuksesan, kebaikan, kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidup, baik di dunia maupun di akherat nanti.