Sumber akar kata dari koe etik yakni Etika, pengertian etika dalam istilah Islam lebih dikenal dengan kata "akhlak" perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab Akhlaq . Secara luas akhlak dapat diartikan sebagai interaksi seorang hamba Allah dan sesama manusia. Dengan kata lain hubungan dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lain atau dengan makhluk lain.
Etika yang merupakan salah satu dari cabang ilmu pengetahuan, tidak berdiri sendiri, sebagai sebuah ilmu yang membahas tentang manusia, etika berhubungan dengan seluruh ilmu tentang manusia. Etika bersangkut paut dengan antropologi, psikology, sosiologi, ekonomi, hukum. Dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik, atau buruk akan tetapi bukanlah semua perbuatan itu dapat diberi hukum seperti ini, karena perbuatan manusia itu ada yang timbul ketika tiada dengan kehendak seperti bernafas, detak jantung dan memejamkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke yang ada cahayanya, maka ini bukanlah permasalahan etika, dan tidak memberi hukum baik atau buruk, dan bagi yang menjalankan tidak dapat kita sebut orang yang baik atau orang yang buruk, dan tidak dapat dituntut.)
Fungsi dan tujuan Kode Etik Jurnalistik
Dalam hal ini etika dipergunakan dalam komunitas manusia yang berprofesi sebgai wartawan, etika akan menuntunnya melakukan pekerjaan, dan ini sekaligus membedakannya dengan pekerja (tukang) atau pengemban profesi lain. Pekerjaan mencari, mengumpulkan dan menyebarkan informasi melalui media massa rentan terhadap penyalahgunaan, baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar. Etika mengingatkan wartawan untuk menghindar dan melawan penyalahgunaan terhadap kesalahan dalam proses pencarian, penulisan dan pengolahan berita. Dalam penerapannya, meski secara subyektif wartawan memiliki otonomi dan kebebasan ia bekerja dalam sebuah institusi sosial yang menjadi bagian dari struktur sosial. Maka menjadi tidak aneh jika sehari-hari wartawan menghadapi berbagai dilema dan konflik, dalam situasi ini wartawan harus melakukan pilihan-pilihan yang tidak selalu mudah. Kualitas seorang wartawan, antara lain sangat ditentukan oleh sejauh mana pekerja jurnalistik berhasil keluar dari dilema dan konflik dengan tetap memenangkan hati nuraninya.
Dalam tataran praktek, etika bagi pengelola pers adalah perspektif moral yang diacu dalam setiap mengambil keputusan peliputan dan pemuatan suatu fakta menjadi berita. Etika memiliki dua wilayah, substantif dan operasional. Etika substantif adalah wilayah moral yang dianut wartawan secara personal misalnya prioritasnya atas kasus publik ketimbang privat, memuat fakta empiris ketimbang fakta psikologis, mengambil fakta yang membantu situasi damai ketimbang yang pemicu konflik. Adapun etika operasional terkait panduan teknis-etis bagaimana meliput dengan mempertimbangkan balance narasumber, akurasi dan menolak sogokan.
Macam-macam Kode Etik Jurnalistik
Kini di Indonesia ada lebih 30 organisasi profesi wartawan. sebagian besar tumbuh di era reformasi. Di era Soeharto yang ada cuma PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Inilah organisasi, bersama SPSI (Serikat Penerbit Surat Kabar Indonesia), melalui Keputusan Menteri Penerangan Mashuri, ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi di bidang pers. Sebuah organisasi (tapi bergerak di ba-wah tanah) selain PWI di masa itu adalah AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Tidak semua organisasi ini memiliki kode etik, Yang sudah lebih dulu memilikinya adalah PWI. Sekali-pun lahir belakangan, pasca-Soeharto, IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) adalah satu di antara organisasi profesi yang memiliki kode etik sendiri.
Pada 6 Agustus 1999,26 organisasi profesi wartawan berkumpul di Bandung. Mereka menyepakati sebuah kode etik bersama: Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Seperti kode etik PWI (namanya: Kode Etik Jurnalistik PWI) yang cuma enam pasal, KEWI dirumuskan secara ringkas dan sederhana berisi tujuh poin. Yang agak panjang dan rinci adalah Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia (KEJTI) milik IJTI, yakni 14 pasal.
Jika dicermati secara seksama, semua kode etik ini mencoba memberi acuan moral kepada anggota organisasi profesi yang ikut menandatanganinya, atau mereka yang menyatakan tunduk padanya, dalam bersikap dan bertingkah laku agar punya integritas dan profesional ketika mencari, mengumpulkan, dan menyebarkan informasi dengan landasan kebebasan pers sebagai perwujudan hak asasi manusia. Nilai-nilai etik berikut didasarkan pada KEWI, karena inilah kode etik yang disepakati mayoritas organisasi profesi wartawan yang kini ada. Tapi, agak tidak lazim, KEWI ini kemudian dibuat tafsir resminya. Tafsir resmi ini ditandatangani oleh 11 dari 26 perwakilan organisasi profesi wartawan.
Bahasan atas kode etik ini akan memakai tiga kriteria Pertama, dalam hubungan dengan pemegang otoritas publik. Kedua, dalam hubungan dengan penyampaian informasi publik oleh wartawan ke masyarakat. Ketiga, dalam hubungan dengan hak ekspresi masyarakat.
ADS HERE !!!