Suatu penelitian yang baik dan bernuansa akademis ketika suatu problem dibenturkan dalam percaturan teori, dalam hal ini penelitian sosial tentu juga disandingkan dengan teori-teori sosial. Oleh karena itu, peneliti akanmemulai perbincangan teori dari fakta-fakta sosial obyek penelitian, fakta tersebut berkenaan dengan problematika budaya santet yang berimbas pada kemiskinan ekonomi secara massal.
Kegiatan santet yang menjadi media undangan setiap ada hajatan, pernikahan, selamatan khitan dan kandungan, menjadi budaya turun temurun di Desa Randu Alas. Budaya tersebut menjadi suatu keharusan untuk dilakukan dalam membantu biaya acara. Acara yang sering kali menghabiskan biaya banyak bahkan ada yang mengeluarkan + Rp.90.000.000 (sembilan puluh juta), dapat terbantu dengan adanya santet yang mewajibkan orang yang menerima santet jagong (datang undangan dengan membawa barang atau uang yang semuanya ketika dikalkulasi minimal Rp.50.000 – 60.000).
Dengan tujuan seperti itu tidak ada satupun dari mereka, orang yang akan mengadakan hajat, menolak tradisi santet, bahkan mereka berusaha santet sebanyak mungkin dengan maksud orang yang membantu dapat meringankan biaya juga banyak. Baik mereka dari kalangan pejabat pemerintahan desa, petani, pedagang dan lain-lain.
Keadaan ini berbalik 180° ketika orang yang mengadakan hajat tadi menjadi sasaran santet, harus jagong kepada orang yang santet. Kondisi ini sangat memberatkan bagi masyarakat Randu Alas, apalagi musim kemarau tiba, padi tidak bisa ditanam otomatis pendapatan tidak menentu.
Deskripsi di atas tadi cukup untuk menjadi pijakan menemukan teori yang pas, oleh karena itu ada dua teori yang akan dipakai untuk menganalisis problem sosial tersebut, yaitu:
1. Fungsionalisme Struktural
Fungsionalisme acapkali diartikan sebagai analisis terhadap fenomena sosial dan budaya, di dalam term atau istilah fungsi yang mereka tampilkan dalam sistem sosial dan budaya.
Fungsionalisme menganggap masyarakat sebagai sistem, dimana setiap sistem tersebut berhubungan satu sama lain, satu bagian tidak dapat difahami tanpa melihat bagian lain secara keseluruhan. Perubahan di satu bagian berakibat pada ketidakstabilan dalam sisi lain.
Senada dengan di atas, sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan apapun yang terjadi pada bagian tertentu di masyarakat, akan membawa perubahan pada bagian yang lain.
Asumsi dasar dari teori ini adalah setiap bagian dalam masyarakat memiliki fungsi terhadap bagian lain. Oleh karenanya, jika tidak fungsional maka bagian atau struktur tertentu akan hilang dengan sendirinya.
Ambil contoh, aturan dan adat dalam masyarakat memiliki fungsi tersendiri. Disamping itu juga, magic memiliki fungsi untuk menenangkan rakyat dari kegundahan dan rasa takut saat menghadapi musibah. Agama dengan upacara-upacara yang menumpahkan darah, bermaksud untuk mencegah rakyat lari dalam keadaan tercerai-berai.
Secara ekstrim, para penganut teori fungsionalisme struktural memiliki asumsi bahwa peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.
Dengan demikian, pada tingkat tertentu seperti peperangan, diferensiasi sosial, perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan ras sangat diperlukan oleh masyarakat.
Dalam teori ini, asumsi perubahan dapat terjadi secara pelan-pelan atau evolusi, ketika terjadi konflik, para penganut teori fungsi mencurahkan perhatian kepada masalah bagaimana cara menyesuaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Emile Durkheim mendefinisikannya dengan istilah, bahwa ikatan solidaritas mekanis yang dijumpai di masyarakat yang masih sederhana, seperti kohesi antara benda-benda mati, sedangkan ikatan solidaritas organis yang banyak dijumpai pada masyarakat modern, layaknya sebuah kohesi organ hidup.
Dengan demikian fungsionalisme masyarakat tidak ada bedanya dengan organisme biologi. Tetapi ini adalah suatu cara untuk memandangmasyarakat yang seringkali dijumpai dikalangan penganut teori
fungsionalisme.
a. Prinsip Pokok Fungsionalisme Struktural
Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa fungsionalisme memandang masyarakat dengan :
1) Setiap masyarakat merupakan struktur unsur yang gigih dan stabil.
2) Masyarakat memiliki struktur yang terintegrasi dengan baik.
3) Setiap unsur dalam masyarakat memiliki fungsi.
4) Semua struktur sosial yang berfungsi berdasarkan pada konsensus mengenai nilai-nilai diantara para anggotanya.
Stephen K. Sanderson merumuskan prinsip-prinsip pokok fungsionalisme struktural sebagai berikut:
1) Masyarakat sebagai sistem yang kompleks yang tersusun dari bagian-bagian, semuanya saling berkaitan dan tercipta ketergantungan dan masing-masing berpotensi mempengaruhi yang lain.
2) Masing-masing bagian dalam masyarakat memiliki peranan penting untuk memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat.
3) Masyarakat mempunyai aturan untuk mengintegrasikan dirinya, artinya masyarakat berkomitmen untuk saling berkelindan pada kepercayaan dan nilai yang sama.
4) Masyarakat berpotensi mengarah pada suatu keadaan dimana stabilitas dan keseimbangan menjadi tujuan utama, gangguan apapun cenderung menimbulkan penyesuaian dalam rangka stabilitas sosial.
5) Perubahan sosial dimaksudkan untuk mencapai konsekuensi-konsekuensi yang menguntungkan bagi masyarakat.
b. Konteks Analisis Fungsionalisme Struktural
Fungsionalisme struktural berada dalam naungan paradigma fakta sosial, dimana teori ini memfokuskan perhatiannya kepada analisis pada level makro obyektif: struktur sosial, institusi masyarakat dan
hubungannya, hukum, birokrasi, teknologi, bahasa, dan juga sebagian menyinggung makro subyektif: budaya terutama akibat dari pengaruh faktor struktur, struktur sosial, sistem sosial.
Oleh karena itu, fokus dari teori ini adalah bagaimana menciptakan keseimbangan dan mekanisme konsensus, menumbuhkan kesadaran integrasi dan berusaha semaksimal mungkin menghindari
disintegrasi sosial.
Dari berbagai penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk menggunakan konsep teori fungsionalisme struktur A.R. Radcliffe-Brown, dimana ia mengemukakan bahwa kehidupan sosial merupakan
suatu komunitas yang memberi fungsi kepada strukturnya, dengan demikian kehidupan sosial dapat terpelihara dengan baik tanpa ada kesenjangan-kesenjangan.
Struktur sosial dapat dilihat secara konkrit dan diamati langsung karena terdiri dari:
1) Semua hubungan sosial yang terjadi antara individu dengan individu lain.
2) Adanya perbedaan diantara individu-individu serta kelas-kelas sosial yang mengikuti peranan sosial.
2. Sistem Sosial Talcott Parson
Parson menjelaskan bahwa sistem sosial dapat dianalisis melalui persyaratan-persyaratan fungsional yang wajib dimiliki sistem sosial atau sistem sosial bisa dikembangkan bila dapat memenuhi syarat fungsional dalam kerangka A-G-I-L.
a. Adaption
Sistem sosial membutuhkan penyesuaian untuk menghadapi lingkungannya. Adaptasi digunakan sebagai upaya mempertahankan eksistensi masyarakat. Dengan penyesuaian yang dimaksudkan tersebut diharapkan bisa memperoleh tujuan yang diinginkan.
Komponen yang ada di lingkungan masyarakat mempunyai andil untuk mempengaruhi satu sama lain. Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri di masyarakat. Seperti halnya dengan keberadaan kelompok kecil yang masuk pada kelompok yanglebih besar. Maka komponen baru yang masuk haruslah bisa menyesuaikan diri agar bisa membentuk sistem sosial yang utuh.
b. Goal Attainment
Di dalam sistem sosial ada tujuan-tujuan yang harus dicapai. Pencapaian tujuan dimaksudkan pada kepentingan bersama. Untuk mencapai suatu tujuan, komponen masyarakat harus melalui tahap
penyesuaian. Dengan demikian upaya pencapaian tujuan bisa terealisasikan.
c. Integration
Solidaritas dibutuhkan dalam membangun sistem sosial yang baik. Baik buruknya hubungan antar individu mempengaruhi proses berlangsungnya kehidupan bermasyarakat. Sehingga ikatan emosional
harus terjaga agar tercipta hubungan yang harmonis. Solidaritas yang terbangun bukan lantas karena terdapat kepentingan dari individu atau kelompok, akan tetapi memang kepentingan dari seluruh lapisan masyarakat.
d. Latent Pattern Maintenance
Setiap individu pasti mempunyai titik jenuh ketika berada dalam keadaan tertentu. Begitu juga dengan kondisi di masyarakat. Ada kalanya hubungan dalam bermasyarakat atau komponen tertentu di masyarakat mengalami goncangan yang diakibatkan karena situasi yang sudah jenuh.
Oleh karenanya, semua sistem sosial harus bersiaga ketika suatu waktu sistem sosial kocar-kacir dan para anggota tidak lagi memiliki kepedulian dan bertindak sebagai anggota sistem. Dari sini
memikirkan strategi mempertahankan pola merupakan kewajiban bagi sistem sosial.