Di Indonesia, perkembangan lembaga instansi keuangan syariah mulai menunjukkan prospek lebih baik. Pada Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian disusun untuk mempertegas jatidiri, kedudukan, permodalan, dan pembinaan Koperasi sehingga dapat lebih menjamin kehidupan Koperasi sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan pinjam oleh Koperasi serta Kepmen Koperasi dan UKM No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) semakin jelas bahwa kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syariah perlu ditumbuh kembangkan.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (UJKS) sebagai lembaga keuangan ialah harus menjaga kredibilitas atau kepercayaan dari anggota pada khususnya dan atau masyarakat luas pada umumnya. Hal ini memunculkan kesempatan untuk mendirikan lembaga-lembaga keuangan dengan dengan prinsip syariah, seperti bank syariah, koperasi syariah, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), pegadaian syariah, asuransi syariah, dan sebagainya. Prinsip bagi hasil yang sesuai dengan tujuan syariah merupakan karekteristik utama yang membedakan lembaga keuangan syariah dari lembaga keuangan konvensional. Sistem bagi hasil pada sistem ekonomi syariah diyakini memenuhi standar keadilan dalam Islam. Hal ini tercermin dari ajaran Islam yang menghendaki kerja sama.
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan. Perijinan BMT sebagai lembaga keuangan mikro menggunakan badan hukum koperasi dan di bawah pengelolaan Departemen Koperasi dan UKM, sehingga BMT dapat disebut juga Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Struktur dan proses pembentukannya pun seperti pada koperasi syariah. Fenomena BMT dan koperasi syariah merupakan bagian dari model Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Keduanya, memberikan pelayanan kepada masyarakat di tingkat menengah ke bawah, yaitu dengan memberikan pembiayaan pada skala mikro (kecil). Permasalahan yang terjadi di BMT saat ini, terletak pada legalitas hukumnya. Realita yang terjadi selama ini, legalitas eksistensi BMT belum mempunyai payung hukum yang jelas. Rancangan Undang-Undang LKMS yang selama ini dapat diharapkan untuk menjadi payung hukum BMT belum juga ada kejelasannya. Jika RUU LKMS sudah disahkan, maka keberadaan BMT dapat diakui.
Melihat kondisi seperti di atas, agar BMT tidak dianggap sebagai lembaga keuangan yang ilegal (gelap), akhirnya beberapa BMT beroperasi dengan berbadan hukum koperasi, yaitu dengan cara mendaftarkan operasionalnya ke Kantor Dinas Koperasi dan UKM di tingkat Kabupaten atau Kotamadya. Dalam hal ini, dapat disebut “bajunya” koperasi sedang “tubuhnya” BMT.
Sesungguhnya dalam operasionalnya, antara BMT dan KJKS tidak terlalu banyak perbedaannya. Sebagai lembaga keuangan, keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam penghimpunan dan penyaluran dana. Istilah-istilah yang digunakan juga tidak ada bedanya. Dalam proses penghimpunan dana, keduanya menggunakan istilah simpanan atau tabungan. Begitu pula dalam penyaluran dananya, keduanya menggunakan istilah pembiayaan. Sedang syarat pendirian kedua lembaga tersebut mengharuskan minimal 20 orang.
Adapun yang sedikit membedakan dalam pelaksanaannya, pada BMT memungkinkan penyaluran dananya pada pihak luar, yaitu pihak yang belum menjadi anggota BMT. Sedangkan, dalam operasional KJKS, penyaluran dananya hanya diperuntukkan pada pihak yang telah terdaftar menjadi anggota KJKS. Dalam hal ini, KJKS hanya diperkenankan memberikan pembiayaan kepada anggota. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar koperasi, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. Adanya Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang telah menjadi salah satu program Kementerian Negara Koperasi dan UKM merupakan solusi bagi pemecahan kebuntuhan legalitas BMT. Sehingga, diharapkan BMT-BMT yang saat ini belum berbadan hukum dapat mengkonversi menjadi koperasi syariah.
|
BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) |
Dalam operasional kegiatannya, BMT pada prinsipnya melaksanakan fungsi dan kegiatan dalam bidang usaha keuangan (penghimpunan dan penyaluran dana), sektor riil (penyaluran dana bersifat permanen atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan di dalamnya), serta sosial (zakat, infak, sedekah dan wakaf). Tetapi lembaga ekonomi mikro ini lebih memfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal (pembiayaan).
BMT Koperasi adalah lembaga ekonomi atau badan usaha yang bergerak sesuai dengan norma-norma dan kaidah ekonomi yang sehat sesuai dengan kegiatannya sebagaimana tertuang dalam Undang-undang pemerintah No.25 Tahun 1992 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Disamping sebagai lembaga ekonomi, BMT Koperasi adalah sebagai organisasi yang terdiri dari anggota-anggota (perkumpulan modal) sekaligus harus mengandung nilai-nilai kemanusiaan (prinsip Koperasi, Bab III Pasal 5 Ayat a s/d c dan ayat 2 a.b UU No.25 Tahun 1992). Oleh karena itu merupakan suatu tugas dan tanggungjawab yang memerlukan perhatian dan inovasi bagi segenap pengurus, badan pengawas, pengelola dan anggota dalam menghadapi persaingan-persaingan ekonomi global yang semakin tajam dan luas. Sebagai lembaga ekonomi, koperasi dituntut untuk dapat selalu mensejahterakan masyarakat terutama seluruh anggota melalui pemenuhan kebutuhan hidup layak dan memadai, yang tercermin dari semakin berkembangnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting bagi koperasi yang mandiri guna meningkatkan taraf hidup anggota.
BMT Koperasi merupakan salah satu BMT yang ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi syariah. Harapannya BMT mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat umumnya dan khususnya kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pembiayaan atau dalam istilah perekonomian disebut dengan kredit atau pinjaman merupakan kegiatan BMT yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan hidup BMT karena dari sinilah BMT akan mendapatkan keuntungan yang nantinya akan dipakai untuk pemenuhan biaya operasional. Oleh karena itu, pembiayaan harus dikelola dengan baik dan professional.
Pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam atau jual beli antara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu yang dapat disertai dengan pembagian hasil keuntungan. Pembiayaan dalam akad bagi hasil yaitu mudharabahdan musyarakah. Pembiayaan dengan akad jual beli yaitu pembiayaan murabahah, salam, istisna, piutang ijarah. Pembiayaan menggunakan prinsip pembiyaan kebijakan Qard. Bagi mereka yang ingin meminjam dana di BMT, mereka dapat menentukan sendiri jenis pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pengertian pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan dimana terdapat suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan (Muhammad, 2007:60). Mengakibatkan terjadi kelambatan pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan terjadinya kerugian bagi koperasi.
Dari data di atas dapat dilihat perbandingan kolektibilitas antara tahun 2008 dengan tahun 2009. Pada kolektibilitas 0 hari tahun 2008 dengan persentase 84% sebesar 1.318.874.522,87 mengalami penurunan pada tahun 2009 dengan persentase 81% dan jumlah uang bertambah sebesar 1.546.283.591,04. Pada kolektibilitas 01 sampai dengan 90 hari tahun 2008 dengan persentase 10% sebesar 157.008.871,77 mengalami kenaikkan pada tahun 2009 dengan persentase 14% dan jumlah uang bertambah sebesar 267.258.892,28. Pada kolektibilitas 91 sampai dengan 180 hari tahun 2008 dengan persentase 3% sebesar 47.102.661,53 mengalami penurunan pada tahun 2009 dengan persentase 2% dan jumlah uang berkurang sebesar 38.179.841,75. Pada kolektibilitas 181 sampai dengan 200 hari tahun 2008 dengan persentase 2% sebesar 31.401.774,35 sama dengan persentase tahun 2009 yaitu 2% namun jumlah uang bertambah sebesar 38.179.841,75. Pada kolektibilitas lebih dari 200 hari tahun 2008 dengan persentase 1% sebesar 15.700.887,19 sama dengan persentase tahun 2009 yaitu 2009 yaitu 1% namun jumlah uang bertambah sebesar 19.089.920,88. Dari data diatas dapat disimpulkan dari tahun 2008 sampai tahun 2009 tingkat kolektibilitas dan jumlah uang mengalami kenaikkan.
Pembiayaan bermasalah muncul di BMT karena bagian kredit di BMT juga merangkap sebagai bagian pemasaran, bagian administrasi dibawahi satu orang saja padahal terdapat dua fungsi yang terkait yaitu administrasi keuangan dan administrasi pembiayaan serta belum diterapkan prinsip analisis pembiayaan dengan baik. BMT masih dalam tahap berkembang. Nasabah yang mengalami ketidaklancaran dalam mengembalikan piutang pembiayaan maka akan mendapatkan surat tagihan dan akan ditandatangani pihak BMT untuk menagih hutangnya apabila tidak dapat menyetor maka jaminan yang dijaminkan akan disita pihak BMT karena sedah menandatangani surat perjanjian bermaterai.
Pemberian pembiayaan pada BMT meningkat karena kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan sudah berkembangnya pola fikir manusia untuk berkembang dengan membuat usaha kecil. Sehingga penyebarluasan informasi produk BMT di tengah-tengah masyarakat sekitar, terutama dalam hal pembiayaan menjadi tantangan bagi BMT untuk menunjang agar masyarakat dapat menerima BMT sebagai salah satu kebutuhan yang harus dimiliki. adanya masyarakat yang belum mengenal BMT sebagai lembaga keuangan syariah yang dapat menjangkau dan mendukung pengusaha mikro dan kecil serta masih awamnya cara pengajuan pembiayaan pada BMT yang dimaksud.
Demikian uraian mengenai
Sistem Akuntansi Instansi BMT, semoga apa yang telah kami sampaiakan dalam artikel di atas dapat bermanfaat bagi para pembaca sekaliat.